mengadili
seorang murid yang sibuk mengomentari berbagai hal yang diajarkan kepadanya tentu sulit mencerna dan memahami apa yang sebenarnya disampaikan kepadanya. begitu pulalah bagi ia yang berlatih, pemahaman tentu sulit tumbuh bila terus tenggelam dalam proses mengadili segala sesuatu yang ditangkap oleh indra.
tendensi mengadili ini tampaknya umum karena terbentuk dari pengalaman dan interaksi di dalam kehidupan sehari-hari. manusia terbiasa menilai segala sesuatu sebagai baik dan buruk dan bereaksi untuk membenahi sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi keyakinannya. kegiatan menilai dan bereaksi menimbulkan ‘kesibukan’ mengadili fenomena yang ditangkap dan pada akhirnya menumpulkan perhatian yang sejatinya merupakan akar dari pemahaman. serupa dengan hilangnya perhatian murid pada gurunya bukan?
walau ini dianggap ‘manusiawi’, hal ini sebenarnya dapat menjadi tidak bermanfaat. akan tetapi, seperti halnya segala fenomena, kesibukan ini juga dapat berlalu secara alami seiring dengan perkembangan perhatian. pengetahuan yang timbul dari perhatian selanjutnya menjadi proses pemahaman yang terus-menerus berkembang secara alami. ketika perhatian absen, maka kesibukan menilai dan mengadili kembali terjadi.
seperti itu terus-menerus bagi ia yang berlatih hingga ada pemahaman yang menuju pada keluhuran.
– sen