kesungkanan dan keengganan dalam wujud moralitas
kesungkanan dan keengganan adalah ‘penjaga-penjaga’ dalam proses perwujudan moralitas menuju perilaku yang bermoral. keduanya adalah ‘sinyal-sinyal’ yang terus mengiringi kehidupan di setiap bentuk interaksi individu.
agar kesungkanan dan keengganan dapat mengiringi tindakan dengan baik, perlu adanya kehati-hatian atau perhatian akan kesadaran. kehati-hatian di sini memungkinkan perhatian bekerja tanpa perlu sibuk terlibat pada hal atau fenomena yang disadari. atau, dapat pula dikatakan bahwa kesadaran tersebut tidak dimiliki ataupun memiliki, bekerja sesuai dengan fungsi dan perannya. dengan kecerdasan dan ketentraman ini, kesungkanan dan keengganan terlihat jelas dan menjadi bagian penting dalam ‘penentu’ berbagai tindakan.
ketika kesungkanan dan keengganan menjadi jelas, maka pada saat yang sama kecerdasan bebas untuk bekerja. karena itu, moralitas dapat terjaga didorong oleh kecerdasan yang dapat melihat dua sisi utama dari sebuah tindakan: bahwa tindakan tertentu dapat mempengaruhi perasaan dan menimbulkan rasa bersalah atau rasa tidak patut di dalam diri; di sisi lain juga ada pengetahuan yang berdasarkan berbagai pengalaman langsung bahwa setiap tindakan selalu membawa akibat.
ini dalah sebuah perjalanan yang dimulai dengan berperhatian pada setiap hal yang terjadi di dalam kehidupan masing-masing individu. apakah ini yang dimaksud setiap kali ada pesan agar berhati-hati? ini adalah pertanyaan yang hanya dapat dijawab dengan kecerdasan yang berkembang melalui proses berperhatian. sesuatu yang untuk dilihat dan dialami sendiri agar kecerdasan itu sendiri dapat terus berkembang, menuju moralitas yang luhur.
– sen